The Self

  Self atau ego (istilah yang digunakan Freud) merupakan salah satu aspek sekaligus inti dari kepribadian seseorang, yang di dalamnya meliputi segala kepercayaan, sikap, perasaan, dan cita-cita. Dalam pandangan klasik, sebagaimana disampaikan William James (1864-1929) dalam bukunya Human Nature and the Social Order, bahwa self terbagi ke dalam dua bagian, yaitu :

1. Self sebagai obyek yang dapat diamati, menggambarkan tentang “me” atau apa yang dimilikinya; dan

2. Self sebagai agen yang melakukan pengamatan, menggambarkan tentang “I” atau pelaku yang mengamati atau merasakan. Contoh: “ Saya pintar”. Kata “saya” menunjukkan self sebagai agen atau pelaku (I) dan “pintar” menunjukkan obyek yang dimilikinya (me).

Menurut Freud (Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, 1993) self atau ego merupakan eksekutif kepribadian untuk mengontrol tindakan (perilaku) dengan mengikuti prinsip kenyataan atau rasional, untuk membedakan antara hal-hal terdapat dalam batin seseorang dengan hal-hal yang terdapat dalam dunia luar.


Rogers mengemukakan tentang konsep self yang merupakan gabungan dari tiga unsur;

- Perceived self (bagaimana seseorang atau orang lain melihat tentang dirinya);

- Real self (bagaimana kenyataan tentang dirinya); dan

- Ideal self (apa yang dicita-citakan tentang dirinya). Ketiga unsur tersebut digambarkan bentuk segi tiga (triangle) dan ideal self menjadi dasar sekaligus inti bagi pembentukan kedua unsur self lainnya.


Menurut pandangannya, bahwa self merupakan sesuatu yang terorganisir, bersifat konsisten, dan berkembang melalui interkasi dengan lingkungannya. Pandangan ini tampaknya sejalan dengan pemikiran Charles Cooley“Human Nature and the Social Order”bahwa self hanya bisa dimengerti melalui interkasi dengan lingkungannya dan self dibangun berdasarkan pandangannya dan pandangan orang lain selama sepanjang hayatnya. (1864-1929) yang dituangkan dalam bukunya


Konsep lain tentang self dikemukakan oleh John F. Pietrofesa (1971) bahwa self terdiri tiga komponen, yaitu :  (1) ideal self; (2) self as seen by self; dan (3) self as seen by others. Dalam keadaan ideal ketiga self ini persis sama dan menunjukkan kepribadian yang sehat, sementara jika terjadi perbedaan-perbedaan yang signifikan diantara ketiga self tersebut merupakan gambaran dari ketidakutuhan dan ketidaksehatan kepribadian.


Telah dikemukakan diatas bahwa selfmelibatkan kepercayaan, sikap, perasaan, dan cita-cita. Setiap orang memiliki kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-cita akan dirinya, ada yang realistis atau justru tidak realistis. Sejauh mana individu dapat memiliki kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-citanya akan berpengaruh terhadap perkembangan kepribadiannya,terutama kesehatan mentalnya.


Kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-cita akan seseorang akan dirinya secara tepat dan realistis memungkinkan untuk memiliki kepribadian yang sehat. Namun, sebaliknya jika tidak tepat dan tidak realistis boleh jadi akan menimbulkan pribadi yang bermasalah. Kepercayaan akan dirinya yang berlebihan (over confidence) menyebabkan seseorang dapat bertindak kurang memperhatikan lingkungannya dan cenderung melabrak norma dan etika standar yang berlaku, serta memandang sepele orang lain. Selain itu, orang yang memiliki over confidence sering memiliki sikap dan pemikiran yang over estimate terhadap sesuatu. Sebaliknya kepercayaan diri yang kurang, dapat menyebabkan seseorang cenderung bertindak ragu-ragu, rasa rendah diri dan tidak memiliki keberanian. Kepercayaan diri yang berlebihan maupun kurang dapat menimbulkan kerugian tidak hanya bagi dirinya namun juga bagi lingkungan sosialnya.


Begitu pula, setiap orang memiliki sikap dan perasaan tertentu terhadap dirinya. Sikap akan diwujudkan dalam bentuk penerimaan atau penolakan akan dirinya, sedangkan perasaan dinyatakan dalam bentuk rasa senang atau tidak senang akan keadaan dirinya. Sikap terhadap dirinya berkaitan erat dengan pembentukan harga diri (penilaian diri), yang menurut Maslow merupakan salah satu jenis kebutuhan manusia yang amat penting. Sikap dan mencintai diri yang berlebihan merupakan gejala ketidaksehatan mental, biasa disebut narcisisme. Sebaliknya, orang yang membenci dirinya secara berlebihan dapat menimbulkan masochisme.


Di samping itu, setiap orang pun memiliki cita-cita akan dirinya. Cita-cita yang tidak realistis dan berlebihan, serta sangat sulit untuk dicapai mungkin hanya akan berakhir dengan kegagalan yang pada akhirnya dapat menimbulkan frustrasi, yang diwujudkan dalam bentuk perilaku salah-suai (maladjusted). Sebaliknya, orang yang kurang memiliki cita-cita tidak akan mendorong ke arah kemajuan.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Psikologi Komunikasi

Metode Penelitian

Etika Dalam Komunikasi